Minggu, 13 Desember 2015

Monkey business


Monyet....

ALKISAH, di sebuah desa, ada seorang kaya raya yang mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp 50 ribu per ekor. 
Padahal, monyet di sana sama sekali tidak berharga karena jumlahnya sangat banyak dan kerap dianggap sebagai hama pemakan tanaman buah-buahan. 
Para penduduk desa yang menyadari banyaknya monyet di sekitar desa pun lantas mulai masuk hutan dan menangkapnya satu per satu.

Kemudian, si orang kaya membeli ribuan ekor monyet itu dengan harga Rp 50 ribu. 
Karena penangkapan secara besar-besaran, akhirnya monyet-monyet semakin sulit dicari. 
Penduduk desa pun menghentikan usahanya untuk menangkapi monyet-monyet tersebut. 
Maka, si orang kaya pun sekali lagi kembali mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp 100 ribu per ekor. 
Tentu saja hal itu memberikan semangat dan ’’angin segar’’ bagi penduduk desa untuk kemudian memulai lagi menangkapi monyet.

Tidak berapa lama, jumlah monyet pun semakin sedikit dari hari ke hari dan semakin sulit dicari. Kemudian, penduduk kembali ke aktivitas seperti biasanya, yaitu bertani. 
Karena monyet kini telah langka, harga monyet pun meroket naik hingga Rp 150 ribu per ekor. 
Tetapi, tetap saja monyet sudah sangat sulit dicari. Sekali lagi, si orang kaya mengumumkan kepada penduduk desa bahwa dia akan membeli monyet dengan harga Rp 500 ribu per ekor.

Namun, karena si orang kaya harus pergi ke kota karena urusan bisnis, asisten pribadinya menggantikan sementara atas namanya. 
Tanpa kehadiran si orang kaya, si asisten pun berkata kepada penduduk desa, ’’Lihatlah monyet-monyet di kurungan besar yang dikumpulkan si orang kaya itu. 
Saya akan menjual monyet-monyet tersebut kepada kalian dengan harga Rp 350 ribu per ekor. Saat si orang kaya kembali, kalian bisa menjualnya kembali kepada si orang kaya dengan harga Rp 500 ribu. Bagaimana?’’

Akhirnya, penduduk desa pun mengumpulkan uang simpanan mereka dan membeli seluruh monyet di kurungan. Namun, ternyata, penduduk desa tidak pernah lagi melihat si orang kaya maupun si asisten di desa itu. 
Penduduk desa akhirnya meringis karena sudah kehilangan cukup banyak uang karena jebakan yang dipasang mafia perdagangan monyet. 
Akhirnya, fenomena tersebut dikenal orang sebagai monkey business. 
Masyarakat desa akhirnya terjebak dan terperangkap dalammonkey business.

Dalam kisah di atas yang di elicit adalah:
 easy money, 
keserakahan, dan kepercayaan.Istilah 
“show me the money“,
 dalam bahasa Inggris, menyiratkan bahwa kalau ada yang, maka orang akan percaya bahwa bisnis itu benar. 
Fenomena ini banyak banyak dimanfaatkan oleh penipu yang biasanya di awal memberikan pembayaran agar korban percaya, 
tapi setelah ke 3 dan seterusnya ia akan mampet.

2. Mereka meningkatkan kekuatan dari kondisi pikiran itu (Istilah NLP: amplifying state of mind)

Amplifying dilakukan dengan cara membuktian membayar terus beberapa kali sekalipun harga naik tetap dijabanin.
Padahal kenaikan senyatanya justru digoreng oleh mereka sendiri, dengan cara menciptakan permintaan yang sepertinya selalu naik.

3. Mereka memanfaatkan kondisi pikiran yang kuat sekali itu, untuk dilekatkan (diasosiakan) ke suatu action tertentu. (Istilah NLP: Anchoring )

Saat state kepercayaan dan kerakusan itu sudah terlihat nyata dan kuat, itu mengindikasikan mereka mudah ditipu.
Kemudian tinggal diarahkan percaya untuk membeli barang mereka sendiri yang sebenarnya nggak ada harganya.
Akhirnya “monyet” itu menjadi berasosiasi dengan ‘dapat uang dengan mudah. 
Di NLP Proses asosiasi ini dikenal dengan istilah anchoring.

Menurut berbagai sumber, Monkey Business adalah sebuah permainan yang diawali satu atau beberapa pihak pemodal besar yang mendesain agar suatu komoditas bernilai tertentu. 

Perlahan namun pasti, komoditas tersebut bakal mempunyai nilai yang terus bertambah, kendati komoditas itu tidak memiliki manfaat yang jelas serta ilmiah. Kemudian, dengan suatu cara, para pemodal akan mendapat keuntungan karena telah menyusun skenario. 


Ketika barang itu mencapai puncak booming, mereka melepas stok yang disiapkan sejak lama. Setelah itu, karena terlalu banyak suplai di pasaran dan permintaan yang tidak sebanding, perlahan harga barang tersebut otomatis turun mengikuti mekanisme pasar mencari harga yang wajar.

Bisnis batu akik yang booming "tidak rasional" saat ini, yang harganya sangat fantastis, bukan tidak mungkin terkena jebakan monkey business tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar